Jumat, 17 Mei 2013

Penyusunan Program Pemeriksaan


A. Tujuan Program Pemeriksaan
Tujuan utama penyusunan Program Pemeriksaan (P2) adalah :
1. Menetapkan hubungan yang jelas antara tujuan pemeriksaan, metodologi pemeriksaan, dan kemungkinan kemungkinan pekerjaan lapangan yang harus dikerjakan.
2. Mengidentifikasikan dan mendokumentasikan prosedur-prosedur pemeriksaan yang harus dilaksanakan.
3. Memudahkan supervisi dan reviu.
B. Syarat P2 yang Memadai
Ada 5 syarat yang harus dipenuhi, antara lain :
1. Mampu mengidentifikasi aspek-aspek penting pemeriksaan.
2. Disusun berdasarkan informasi pendukung yang jelas dan cermat.
3. Memberikan panduan dalam melaksanakan pengujian secara efektif.
4. Membantu dalam pengumpulan bukti yang cukup, dapat diandalkan, dan relevan untuk mendukung opini atau kesimpulan pemeriksaan.
5. Mencapai tujuan pemeriksaan.
C. Input yang Dibutuhkan
Terdapat 5 input yang diperlukan dalam menyusun P2, antara lain :
1. Output dari masing-masing tahap perencanaan pemeriksaan.
2. Rencana Kerja Pemeriksaan (RKP)
3. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
4. Panduan Manajemen Pemeriksaan (PMP)
5. Pengarahan khusus pimpinan
D. Output
Program Pemeriksaan memuat antara lain :
1. Dasar pemeriksaan
2. Standar pemeriksaan
3. Organisasi/Program/Fungsi Pelayanan Publik yang diperiksa
4. Tahun anggaran yang diperiksa
5. Identitas dan Data Umum yang diperiksa
6. Alasan pemeriksaan
7. Jenis pemeriksaan
8. Tujuan pemeriksaan
9. Sasaran pemeriksaan
10. Metodologi pemeriksaan
11. Kriteria pemeriksaan
12. Langkah atau prosedur pemeriksaan
13. Program kerja perorangan.
Sumber : juklak BPK

Pemilihan Area Kunci

Area kunci merupakan area, bidang atau kegiatan yang merupakan fokus audit dalam entitas.
Pemilihan area kunci harus dilakukan mengingat luasnya bidang, program, dan kegiatan pada entitas yang diaudit sehingga tidak mungkin melakukan audit di seluruh area entitas.
Pemilihan area kunci yang tepat memungkinkan penggunaan sumber daya audit secara lebih efisien dan efektif karena dapat memfokuskan sumber daya pada area audit yang memiliki nilai tambah maksimum. Hal ini tentu saja lebih baik dibandingkan dengan mengalokasikan seluruh sumber daya audit pada seluruh area secara merata.
Pemilihan area kunci dapat dilakukan berdasarkan faktor pemilihan yang terdiri atas :
1.      Risiko Manajemen; merupakan resiko yang ditanggung manajemen terkait dengan aspek ekonomis, efisiensi dan efektivitas.
2.      Signifikansi; berkaitan dengan dampak yang dihasilkan area tersebut terhadap objek audit secara keseluruhan.
3.      Dampak Audit; merupakan nilai tambah yang diharapkan dari audit tersebut, yaitu suatu perubahan dan perbaikan yang dapat meningkatkan 3E.
4.      Auditabilitas; berkaitan dengan kemampuan tim audit untuk melaksanakan audit sesuai dengan standar profesi.

Contoh pada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain :
Menentukan area audit potensial dengan menggunakan pendekatan faktor pemilihan pada fungsi-fungsi yang ada pada DJKN.

Fungsi – fungsi DJKN antara lain :
·         perumusan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara,dan lelang;
·         pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang;
·         penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang;
·         pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; dan
·         pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Dari kelima fungsi tersebut lalu kita nilai (skor) dengan menggunakan 4 faktor pemilihan yang telah disebutkan di atas. Penilaian tersebut dilakukan dengan pertimbangan yang profesional.
Menentukan area kunci berdasarkan area dengan memperhatikan 4 faktor pemilihan.

Dari area audit potensial yang sudah kita dapat lalu kita identifikasi pelayanan-pelayanan yang ada pada fungsi tersebut, kemudian kita skor menggunakan 4 faktor pemilihan sehingga akan didapat area pelayanan dengan skor tertinggi. Itulah yang disebut sebagai area kunci.

Selasa, 12 Maret 2013

STRUKTUR ORGANISASI DJKN (DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA)





Profil Organisasi
Pada tahun 2006 terjadi penataan organisasi di lingkungan Departemen Keuangan dimana fungsi Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang digabung dengan fungsi Pengelolaan Kekayaan Negara Direktorat Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara (PBM/KN) DJPb, sehingga Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) berubah menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Republik Indonesia. Dengan adanya perubahan organisasi tersebut, maka KP2LN berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dengan tambahan fungsi pelayanan di bidang kekayaan negara dan penilaian sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di lingkungan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Hal ini merupakan salah satu hasil Reformasi Birokasi yaitu penyatuan fungsi-fungsi yang sejenis ke dalam satu unit Eselon I.

Unit kerja Kantor Pusat DJKN terdiri dari 8 unit eselon II, yaitu: Sekretariat, Direktorat Barang Milik Negara, Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan, Direktorat Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-Lain, Direktorat Penilaian, Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi, Direktorat Lelang, dan Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarakat. Selain itu, DJKN juga mempunyai unit kerja vertikal yang tersebar di seluruh Indonesia, yang terdiri dari 17 Kantor Wilayah dan 70 KPKNL.
Komentar :
Apabila dianalisa, didalam DJKN ada 3 bagian struktur organisasi yang besar. Antara lain ;
1.       Struktur Organisasi Kantor Pusat DJKN
2.       Struktur Organisasi Kantor Wilayah DJKN yang terdiri dari 17 Kanwil
3.       Strukur Organisasi KPKNL yang terdiri dari 70 KPKNL
Menangani suatu organisasi besar seperti DJKN ini yang tersebar di seluruh Indonesia harus memiliki suatu system yang jelas, agar delegasi wewenang dan pertanggungjawaban dari atas ke bawah ataupun sebaliknya menjadi mudah. Hal ini sudah tampak dalam DJKN saat ini. Semoga kedepannya DJKN bisa berkembang lebih baik lagi.

Senin, 25 Februari 2013

TRADE OFF : EFISIENSI DAN PEMERATAAN

Tidak ada hal yang gratis di dunia ini. Contoh mudah dari tradeoff adalah pada rumah tangga. Ketika suatu rumah tangga membelanjakan 1 rupiah untuk pendidikan anak, misalnya, maka jumlah alokasi dana yang dapat digunakan untuk keperluan lainnya berkurang pula 1 rupiah. Tradeoff yang umum dihadapi pemerintah (Amerika dalam hal ini) adalah tradeoff antara senjata dan mentega. Semakin banyak dana yang digunakan untuk pengembangan militer, maka semakin sedikit dana yang tersisa untuk kesejahteraan rakyat (mentega).

Dalam bagian ini Mankiw juga menjelaskan mengenai tradeoff antara efisiensi (efficiency) dan pemerataan (equity). Efisiensi adalah kondisi di mana hasil-hasil perekonomian menjadi sebesar mungkin. Sedangkan pemerataan adalah suatu kondisi di mana hasil-hasil perekonomian terdistribusi secara merata. Jadi efisiensi adalah tentang ukuran kue ekonomi, sedangkan pemerataan adalah tentang pembagian kue ekonomi tersebut.

Minggu, 17 Februari 2013

Jenis-Jenis Audit


Pengauditan dapat dibagi dalam beberapa jenis. Pembagian ini dimaksudkan untuk menentukan tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dengan adanya pengauditan tersebut. Dibawah ini akan dipaparkan beberapa  jenis audit menurut ahli
Menurut (Sukrisno Agoes, 2004), ditinjau dari luasnya pemeriksaan, maka jenis-jenis audit dapat dibedakan atas:
  1. Pemeriksaan Umum (General Audit), yaitu suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang independen dengan maksud untukmemberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan.
  2. Pemeriksaan Khusus (Special Audit), yaitu suatu bentuk pemeriksaan yang hanya terbatas pada permintaan auditee yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan memberikan opini terhadap bagian dari laporan keuangan yang diaudit, misalnya pemeriksaan terhadap penerimaan kas perusahaan.

Sekilas Sejarah Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP)


Sejarah DAN, DJPKN, BPKP


Sejarah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan aparat pengawasan fungsional pemerintah atau yang sekarang disebut Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Dengan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tentang BPKP, BPKP praktis mengambil alih seluruh tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN) yang saat itu bernaung di bawah Departemen Keuangan.

1936
Dengan besluit Nomor 44 tanggal 31 Oktober 1936 secara eksplisit ditetapkan bahwa Djawatan Akuntan Negara (Regering Accountantsdienst) bertugas melakukan penelitian terhadap pembukuan dari berbagai perusahaan negara dan jawatan tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan APIP pertama di Indonesia adalah Djawatan Akuntan Negara (DAN). Secara struktural DAN yang bertugas mengawasi pengelolaan perusahaan negara berada di bawah Thesauri Jenderal pada Kementerian Keuangan.