Sejarah DAN, DJPKN,
BPKP
Sejarah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak dapat dilepaskan
dari sejarah perkembangan aparat pengawasan fungsional pemerintah atau yang
sekarang disebut Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Dengan Keputusan
Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tentang BPKP, BPKP praktis mengambil alih seluruh
tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN)
yang saat itu bernaung di bawah Departemen Keuangan.
1936
Dengan besluit Nomor 44 tanggal 31 Oktober 1936 secara eksplisit ditetapkan
bahwa Djawatan Akuntan Negara (Regering Accountantsdienst) bertugas melakukan
penelitian terhadap pembukuan dari berbagai perusahaan negara dan jawatan tertentu.
Dengan demikian, dapat dikatakan APIP pertama di Indonesia adalah Djawatan
Akuntan Negara (DAN). Secara struktural DAN yang bertugas mengawasi pengelolaan
perusahaan negara berada di bawah Thesauri Jenderal pada Kementerian Keuangan.
1959
Dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/BDS/V tanggal 19 Desember 1959,
Djawatan Akuntan Pajak (Belasting Accountants-dienst) yang dibentuk tahun 1921
- juga di bawah Departemen Keuangan - digabungkan dengan DAN.
1961
Selanjutnya dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 1961 tentang Instruksi bagi
Kepala Djawatan Akuntan Negara (DAN), kedudukan DAN dilepas dari Thesauri
Jenderal dan ditingkatkan kedudukannya langsung di bawah Menteri Keuangan. DAN
merupakan alat pemerintah yang bertugas melakukan semua pekerjaan akuntan bagi
pemerintah i.c. semua depar-temen, jawatan, dan instansi di bawah kekuasaannya.
Sementara itu fungsi pengawasan anggaran dilaksanakan oleh Thesauri Jenderal.
1963
Dengan Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1963 tentang Pengawasan Keuangan Negara,
dibentuklah Urusan Pengawasan pada Departemen Urusan Pendapatan, Pembiayaan,
dan Pengawasan (baca: Departemen Keuangan). Sedangkan pada tiap Departemen
dibentuk Bagian Pengawasan Keuangan yang berdiri sendiri terlepas dari Bagian
Keuangan Departemen yang bersangkutan.
Hubungan kerja antara Urusan Pengawasan dan Bagian Pengawasan Keuangan bersifat
koordinatif.
1966
Dengan Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966 dibentuklah Direktorat Djendral
Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN) pada Departemen Keuangan. Tugas DDPKN
meliputi pengawasan anggaran dan pengawasan badan usaha/jawatan, yang semula
menjadi tugas DAN dan Thesauri Jenderal.
1968
Dengan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1968 tanggal 24 Januari 1968 tentang
Pengawasan Keuangan Negara dicabut Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1963.
Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1968 ini berlaku surut sampai tanggal 15
November 1966 yaitu tanggal dibentuknya DDPKN. Atas dasar Keputusan Presiden
ini, DDPKN terdiri atas tiga direktorat yakni Direktorat Pengawasan Anggaran
Negara (DPAN), Direktorat Akuntan Negara (DAN), dan Direktorat Tata Usaha
Keuangan Negara (DTUKN).
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1968 ini pula pada tiap
Departemen/Lembaga Negara yang menguasai bagian anggaran sendiri, diadakan unit
Pengawasan Keuangan yang berada di bawah pimpinan Inspektur Jendral Departemen.
1971
Dengan Keputusan Presiden Nomor 70 tahun 1971 tentang Tata Kerja Pengawasan
Keuangan Negara, DDPKN (dikenal kemudian sebagai DJPKN) memekarkan diri dengan
pembentukan beberapa direktorat baru, yaitu Direktorat Pengawasan Perminyakan
(DPP), Direktorat Perencanaan dan Analisa (DPA), Direktorat Pengawasan Intern
(DPI) yang kemudian berubah menjadi Direktorat Pengawasan Kas Negara (DPKsN),
dan Direktorat Pembukuan Keuangan Negara (DPbKN).
DJPKN mempunyai tugas melaksanakan pengawasan seluruh pelaksanaan anggaran
negara, anggaran daerah, dan badan usaha milik negara/daerah.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 1971 ini, khusus pada Departemen
Keuangan, tugas Inspektorat Jendral dalam bidang pengawasan keuangan negara
dilakukan oleh DJPKN.
1983
Diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983. DJPKN
ditransformasikan menjadi BPKP, sebuah lembaga pemerintah non departemen (LPND)
yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Salah satu pertimbangan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983
tentang BPKP adalah diperlukannya badan atau lembaga pengawasan yang dapat
melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa mengalami kemungkinan hambatan dari
unit organisasi pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaannya. Mengingat DJPKN
adalah aparat Menteri Keuangan, maka tidak mungkin DJPKN dapat independen
melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Menteri Keuangan dan jajarannya.
Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah
telah meletakkan struktur organisasi BPKP sesuai dengan proporsinya dalam
konstelasi lembaga-lembaga Pemerintah yang ada. BPKP dengan kedudukannya yang
terlepas dari semua departemen atau lembaga sudah barang tentu dapat
melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan obyektif.
2001
Dengan adanya pergantian kabinet, dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 103
Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi,
dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa
kali diubah,terakhir dengan Keppres Nomor 9 tahun 2004. Dalam Pasal 52
disebutkan, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sejarah
Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan
Dalam rangka pembenahan aparatur pemerintah pada awal
berdirinya Orde Baru tahun 1966, berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Ampera
Nomor 15/U/Kep/8/1966 tanggal 31 Agustus 1966 ditetapkan antara lain kedudukan,
tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal Departemen. Pembentukan Institusi
Inspektorat Jenderal pada suatu Departemen pada saat itu dilakukan sesuai
kebutuhan. Dengan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 38/U/Kep/9/1966
tanggal 21 September 1966 dibentuk Inspektorat Jenderal pada delapan departemen
termasuk Departemen Keuangan dan sekaligus mengangkat H.A.Pandelaki sebagai
Pejabat Inspektur Jenderal Departemen Keuangan.
Masih dalam Kabinet Ampera, dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
133/Men.Keu/1967 tanggal 20 Juli 1967 ditetapkan (sambil menunggu pengesahan
dari Presidium Kabinet Ampera), pembentukan Badan Alat Pelaksana Utama
Pengawasan Departemen Keuangan yaitu Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan
dan mengangkat Drs. Gandhi sebagai Pejabat Inspektur Jenderal Departemen
Keuangan.
Memasuki masa Kabinet Pembangunan dengan Rencana Pembangunan Lima Tahunnya
(Repelita), upaya penyempurnaan aparatur pemerintah baik tingkat pusat maupun
di tingkat daerah terus dilanjutkan. Pada awal pelaksanaan Repelita II tepatnya
tanggal 26 Agustus 1974, terbit Keputusan Presiden Nomor 44 tahun 1974 tentang
susunan Organisasi Departemen.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 184/KMK.01/2010
maka susunan organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan semakin
dikukuhkan menjadi sebagai berikut:
- Sekretariat Inspektorat Jenderal
- Inspektorat I
- Inspektorat II
- Inspektorat III
- Inspektorat IV
- Inspektorat V
- Inspektorat VI
- Inspektorat VII
- Inspektorat Bidang Investigasi
Sejarah
BPK
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan
bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu
Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil
pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah
dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946
tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang
berkedudukan sementara di kota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa
Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa
Keuangan pertama adalah R.
Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan
suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi
di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa
tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan
peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene
Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember
1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke
Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap
mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945;
Ketuanya diwakili oleh R.
Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31
Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS
tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan
di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua
diangkat R.
Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya
menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor
di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Nederlandsch
Indiƫ Civil Administratie (NICA).
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di
Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan
berdasarkan UUDS 1950 dan
berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS.
Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa
Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit
Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945.
Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi
Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945.
Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi
Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan
RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan
berdasarkan UUD
Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap
menggunakan ICW dan IAR.
Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan
Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi
MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk
menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol
yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti
dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Gaya Baru.
Untuk mengganti PERPU tersebut,
dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden,
sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian
tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua
BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan
No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula
sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu
diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun
1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan
Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam
Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga
pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP
MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan
Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan
negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen
dan profesional.
Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI,
ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum
amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian dalam
Perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A)
dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung
dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;
- UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara;
- UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara;
- UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara;
- UU No. 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar